Setiap hal yang ada di dunia selalu memiliki awal dan akhir, tidak muncul secara tiba-tiba. Dalam perjalanannyapun, hal itu berkembang sepanjang waktu. Mulai dari hal kecil sampai dengan hal besar sekalipun pasti mengalami perubahan. Dalam hal kepercayaan, manusia tidak serta-merta memiliki sebuah agama, semua bermula dari paham animisme dan dinamisme yang kemudian semakin hari semakin berkembang, mengalami perubahan, namun tetap tidak meninggalkan secara penuh dasar pemikirannya.
Pada jaman Patristik dan Abad
Pertengahan (Suharyanto),
dunia menghadapi kenyataan baru yaitu, muncul dan berkembangnya agama Kristen.
Kristianitas merupakan agama wahyu, yang berarti Kristianitas ini diwahyukan
kepada dunia oleh Kristus terutama sebagai ajaran penebusan, penyelamatan, dan
cinta kasih, bukannya sebuah sistem yang bersifat teoritis. Kristianitas
melihat kehidupan sebagai sebuah perjalanan untuk menuju Bapa. Para rasul
berperan sebagai perantara untuk mewujudkan pertobatan dunia.
Tidak dapat dipungkiri, dalam setiap
perubahan yang terjadi, terlebih yang mempengaruhi banyak orang, akan
menyebabkan gesekan atau pertentangan. Ketika Kristianitas ini hadir dan
berkembang ditengah masyarakat, Kristianitas dicurigai karena dianggap tidak
sesuai dengan keadaan masyarakat setempat. Pertentangan berasal dari berbagai
kaum, diantaranya adalah kaum intelektual dan penulis. Untuk menghadapi
berbagai serangan itu, mau tidak mau para pewarta iman menggunakan
argumen-argumen yang filosofis dan teologis demi pembelaan iman.
Filsafat merupakan ilmu yang mencari
dan menyelidiki hikmah kehidupan dan mencari kebenaran, sedangkan agama Kristen
mengajarkan keselamatan bagi umat manusia. Kedua hal ini saling bergesekan satu
sama lain dan saling mengoreksi dan melengkapi. Seperti anggapan yang ada
‘badai pasti berlalu’, lambat laun pertentangan itupun mereda dan akhirnya
Kristianitas dihayati sebagai suatu kebutuhan yang diterima masyarakat.
Salah satu tokoh pada jaman
Patristik yang memberikan pengaruh cukup besar adalah Agustinus.
Pemikiran-pemikirannya tentang Kristianitas dan hidup tidak dapat dianggap
remeh, bahkan oleh tokoh-tokoh filsafat besar pada jaman itu. Siapakah Agustinus
itu? Pemikiran-pemikiran seperti apa yang dikemukakannya?
Biografi Agustinus 354 - 430
Agustinus
lahir pada 13 November 354 di Tagaste, Afrika Utara (sekarang : Souk-Ahras,
Aljazair, Afrika Utara). Pada saat itu, kekuasaan Kerajaan Romawi mencakup
sebagian benua Afrika, jabatan-jabatan penting masih berada di tangan orang
Romawi. Ayahnya adalah salah satu orang yang menduduki jabatan itu. Ibu Agustinus
adalah Monika, seorang Katolik yang sangat taat. Sebagai seorang Katolik,
seharusnya Monika mempermandikan Agustinus, namun, hal itu tidak dapat terjadi
karena Patrisius bukanlah seorang Katolik. Patrisius pada dasarnya tidak
meragukan kebenaran agama Katolik, tetapi kedudukannya membuat dia takut dianggap
sebagai pengikut Kristus. Sebagai seorang istri yang baik, Monika tidak dapat
membantah suaminya.
Ketika Agustinus masuk dalam dunia
sekolah, kebebesannya dibatasi. Dia harus belajar dan kerap kali dilarang
bermain. Dalam beberapa kesempatan, Agustinus lebih memilih untuk membolos. Hal
ini membuat Monika dan Patrisius khawatir sehingga akhirnya mereka memutuskan
untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain yang berada di Madauros. Keinginannya
untuk selalu bermain tidak juga hilang ketika dia sudah sampai di Madauros.
Bermain adalah sebuah keutamaan. Untungnya, otak Agustinus tajam. Berbagai
macam pelajaran dapat diserapnya dengan sangat baik, bahkan mata pelajaran
utama sekalipun. Ketika umur 15 tahun, dia sudah menamatkan sekolahnya bahkan
dengan nilai tertinggi. Namanya menjadi buah bibir. Bahkan, nama Agustinus
sudah terdaftar sebagai calon murid sekolah tinggi di Carthago (Setiyowati, 2007).
Sambil mempersiapkan diri sebelum
menuju sekolah tinggi, Agustinus pulang ke Tagaste sementara waktu. Pada
kesempatan ini, Monika memanfaatkannya untuk membujuk Agustinus memeluk agama
Katolik, namun sayang, bujukan dari sang ibu ditolak oleh Agustinus
mentah-mentah. Tidak heran, guru-guru Agustinus selama bersekolah adalah
orang-orang kafir. Betapa kecewa hati Monika, namun tak langsung lenyap
semangat dan keinginannya. Monika mencari cara lain untuk membuat Agustinus
luluh hatinya.
Sekolah Tinggi Carthago kini ada
didepan mata, Agustinus mempelajari retorik disana. Pemikiran Agustinus ketika
tiba disana tidak jauh dari berpesta dan bersenang-senang. Seketika, kabar
buruk datang menghampirinya. Ayahnya, Patrisius meninggal sesaat setelah
dibaptis, dan lebih buruknya lagi, warisan yang ditinggalkan sang ayah tidak
cukup untuk membiayai sekolahnya. Dari situlah hubungan antara Agustinus dan
ibunya membaik, ia tahu beratnya beban Monika dalam membiayai sekolahnya.
Perubahan mulai terjadi, Agustinus mulai memiliki tekad untuk tekun belajar,
demikianlah yang dilakukannya. Agustinus menjadi seorang pelajar retorik yang
sukses.
Agustinus mempelajari kesusastraan filsafat kuno.
Setelah dia membaca buku Cicero yang berjudul Hortensius, dia tertarik untuk
menyelidiki soal kebenaran. Teman-temannya mengatakan bahwa ketertarikan Agustinus
dapat terjawab oleh paham Manicheismekarena dianggap menawarkan penalaran logis
tentang kebenaran, berbeda dengan ide-ide naif dan ajaran-ajaran tidak logis
yang disajikan oleh agama Kristen. Terdapat dua prinsip yang saling
bertentangan, yaitu :
·
Prinsip baik
dari terang : Allah atau Ormuzd.
o Karya prinsip baik : jiwa yang terbentuk dari
cahaya.
·
Prinsip jahat
dari kegelapan : Ahriman.
o Karya prinsip jahat : badan yang terdiri dari
material kasar.
Banyak
pertanyaan Agustinus yang akhirnya terjawab oleh manicheisme, hal ini yang
membuatnya lambat laun memeluk ajaran itu.
Hidupnya di Carthago begitu bebas dan jauh dari
ajaran Katolik. Agustinus tinggal bersama seorang mistress selama sepuluh tahun
lebih dan mendapatkan seorang anak yang diberi nama Adeodatus. Sayangnya,
Adeodatus meninggal ketika masih sangat muda. Hal ini membuat Monika sangat
khawatir. Dalam setiap doanya, nama Agustinus selalu disebut. Monika sungguh
mengharapkan pertobatan terjadi dalam diri anaknya. Monika ingin Agustinus
pulang ke Tagaste.
Pada tahun 383 sebelum berangkat ke Roma, ada
beberapa pertanyaan dalam benaknya yang tidak dapat dijawab oleh Manicheisme.
Kemudian pada tahun 384, Agustinus pergi ke Roma untuk mengajar retorika
(kepergian Agustinus ini kemudian disusul oleh Monika). Disana, dia sering
mendengarkan khotbah seorang uskup Milan bernama Ambrosius (Santo Ambrosius).
Disamping itu, bujukan-bujukan Monika yang memintanya untuk menjadi seorang
Katolik serta buku-buku yang dibacanya karya Platonis, karangan Plotinus
mempengaruhi cara pikir Agustinus. Dia mulai tertarik akan hal-hal itu. Semakin
hari, Agustinus mampu lepas dari Manicheisme dan mulai menerima berbagai macam
pemikiran tentang Tuhan atau Kristianitas. Kitab Suci pun dibacanya.
Suatu ketika dia membaca Roma 13 : 13-14 “Marilah
kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan
kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan
dan iri hati. Tetapi kenakanlah Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata
terang dan jangan merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya”. Hal ini yang
menjadi titik pertobatan Agustinus. Dia mengatakan kepada Monika keinginannya
untuk dipermandikan. Betapa bahagia hati Monika ketika mendengar hal itu. Sejak
awal Monika memang percaya bahwa saat-saat seperti ini akan tiba. Agustinus pun
dipermandikan oleh uskup Ambrosius (Santo Ambrosius) pada tahun 387.
Pada tahun 388, Monika dan Agustinus kembali ke
Afrika. Agustinus memutuskan untuk mendirikan biara kecil di Tagaste. Kemudian,
pada tahun 391 dia ditahbiskan menjadi seorang imam. Enam tahun kemudian yaitu
pada tahun 397, Agustinus dikonsekrasikan menjadi uskup Hippo. Dengan senang
hati dan tangan terbuka Agustinus melayani umatnya, dia menjadi pujangga
terbesar diantara para Bapa Gereja. Agustinus meninggal pada 28 Agustus 430.
Pemikiran Agustinus
Pemikiran-pemikiran
Agustinus banyak berpengaruh. Bahkan Aristotelianisme Santo Thomas Aquinas
tidak memandang remeh pandangan dan ajarannya. Pemikiran-pemikiran ada dalam
hal :
1. Pengetahuan
Ø Dalam hal ini, Agustinus menekankan bahwa pengetahuan
akan kebenaran harus dicari sebab pengetahuan itu adalah pembawa kebahagiaan
yang sejati.
Ø Persoalan Agustinus : “bagaimana mungkin budi
manusia yang terbatas dan berubah-ubah dapat mencapai pengetahuan mengenai
kebenaran-kebenaran abadi, padahal kebenaran-kebenaran itu mengatur dan
memerintah budi manusia, dengan kata lain, transenden terhadap budi manusia”.
Ø Ada kepastian-kepastian yang tidak dapat disangkal
menurut Agustinus :
§ Kepastian mengenai prinsip kontradiksi : selalu ada
satu hal yang benar dalam dua hal yang bertentangan.
§ Indera tidak pernah menipu.
§ Setiap orang yang meragukan sesuatu tahu bahwa ia
ragu-ragu.
§ Kebenaran matematis tidak bisa disangkal : 2 + 3 = 5
Ø Kepastian tentang eksistensi riil : setiap orang pasti
yakin akan keberadaan, hidup dan pengertiannya. Kepastian ini dicapai bukan
melalui indera, melainkan melalui pengalaman batin, melalui kesadaran diri.
Bagi Agustinus, benda atau hal berjasad tidak perlu dirisaukan.
Ø Taraf-taraf pengetahuan :
§ Taraf terendah (dimiliki manusia dan hewan) :
pengetahuan inderawi (contoh : mata, telinga).
§ Taraf tertinggi (khas dimiliki manusia) :
kontemplasi mengenai hal abadi (kebijaksanaan) yang dilakukan budi tanpa campur
tangan indera (lebih kepada pemikiran).
§ Tambahan : penggunaan akal diarahkan kepada
tindakan, sedangkan kebijaksanaan adalah kontemplasi yang sifatnya tidak
praktis.
Ø Teori Illuminasi : tema yang digunakan Agustinus
adalah neo-Platonis yang dipengaruhi Plato dengan memperbandingkan Ide Kebaikan
dengan matahari. (Ide Kebaikan : menyinari objek dibawahnya, Plotinus Sang
Tunggal atau Allah : matahari, cahaya transenden).
Kebenaran ide-ide abadi
di dalam Allah berperan sebagai “sinar dan cahaya” yang datang dari Allah untuk
memungkinkan budi melihat sifat-sifat tak berubah niscaya dari
kebenaran-kebenaran abadi. Budi manusia membutuhkan illuminasi (penerangan)
karena budi manusia bersifat temporal, sehingga apa yang tidak berubah dan
abadi berada di luar jangkauan budi manusia. Kebenaran tidak lebih rendah atau
sejajar dengan budi manusia, melainkan lebih tinggi dan sempurna.
2. Allah
Ø Menurut Agustinus, bukti akan kehadiran Allah yang
paling dalam adalah melalui pikiran. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya,
kebenaran itu lebih tinggi dari budi manusia. Budi manusia terbatas, sementara
Allah tidak terbatas. Kebenaran tentang Allah yang tidak terbatas tidak mungkin
mampu masuk dalam budi manusia yang terbatas. Budi tidak menciptakan dan
mengubah kebenaran, sebab budi yang diatur oleh kebenaran itu sendiri, bukan
malah sebaliknya. Sebab itu, budi harus tunduk dan menerima kebenaran yang
tidak terbatas tentang Allah.
Ø Semua ciptaan menyatakan Allah yang dapat dialami
oleh jiwa, dan Allah itu hidup di dalamnya. Allah tidak hadir dalam bentuk atau
rupa yang nyata, namun Allah bisa dihayati dalam kehidupan.
Ø Bukti panjang eksistensi Allah : (tahap)
§ Keraguan serta penyangkalan tentang kebenaran.
§ Budi diyakinkan bahwa kebenaran dapat dan mungkin
dicapai.
§ Jiwa mempertimbangkan dunia inderawi (dunia di luar
diri manusia).
§ Manusia kembali kepada diri sendiri.
§ Kesimpulannya : Allah sebagai dasar segala
kebenaran.
Ø Semua hal ataupun siapapun yang diciptakan Allah
merupakan gambar dan rupa Allah meskipun dengan cara yang tidak sempurna. Semua
hal tentang ciptaan diketahui oleh Allah jauh sebelum semua itu diciptakan.
Bila ciptaan Allah itu baik adanya dan pantas dipuji, Allah lah yang pantas
mendapat pujian tertinggi.
Ciptaan tidak dapat
memberikan kebahagiaan sempurna bagi jiwa sebab ciptaan itu hanyalah memberi
isyarat kepada Allah yang hidup yang harus dicari di dalam diri sendiri. Sebab
itu, ada yang mengatakan bahwa “ketika kamu menaruh harapan kepada manusia,
kamu akan kecewa. Namun ketika kamu menaruh harapan kepada Allah, kamu akan
dipuaskan”.
Kesimpulannya : Allah
tidak berubah, kekal dan mandiri, adalah tak terbatas, maka tak terpahami.
Berkat sifatNya yang spiritual, tak terbatas dan tunggal, Allah mengatasi
ruang, sebagaimana berkat keabadianNya ia mengatasi waktu.
Ilustrasi
:
Suatu kali ketika Agustinus sedang
merenungkan misteri Allah Tritunggal Mahakudus, Agustinus berjalan di pantai.
Dia bertemu dengan seorang anak yang sedang bolak-balik mengambil air laut
dalam tempat kecil dan memasukkannya pada sebuah lubang yang sudah dibuatnya.
Agustinus terlibat dalam percakapan singkat dengan anak itu :
Agustinus
: apa yang sedang kamu lakukan disini?
Anak
: saya sedang memindahkan air laut itu ke dalam lubang yang sudah saya buat.
Agustinus
: (tertawa) mana mungkin kamu dapat memindahkan laut yang luas itu ke dalam
lubang kecil yang kamu buat? Mustahil !
Anak
: (memandang Agustinus) sama halnya dengan apa yang engkau lakukan. Tidak
mungkin misteri Allah Tritunggal Mahakudus yang sedemikian dalam, luas, dan
tidak terbatas, masuk dalam otak manusia yang kecil dan terbatas.
Jawaban
lugas dari anak itu membuat Agustinus sadar bahwa mustahil manusia bisa
memahami secara tuntas misteri Allah Tritunggal Mahakudus. Maka dari itu, budi
manusia tidak bisa mengerti dengan pikirannya (Enny, 2012).
3. Dunia
Ø Dunia tergantung kepada Allah sebab dunia diciptakan
dari ketiadaan (ex nihilo) oleh tindakan yang bebas.
Ø Ajaran yang paling disukai Agustinus :
Rationes seminales
(prinsip dasar / benih dasar) : benih dari ciptaan atau potensi yang tak
terlihat yang diciptakan Allah pada permulaan di dalam unsur lembab dan
berkembang menjadi objek dari macam-macam species berkat pemekarannya bersama
dengan berkembangnya waktu. Hal ini tidak selalu pasif, melainkan punya daya
dan kecenderungan untuk berkembang, meskipun dalam kondisi yang kurang
menguntungkan.
Benih dasari merupakan
angka yang tersembunyi, badan adalah angka yang nampak. Angka matematik dimulai
dari angka satu sampai dengan bilangan kesatuan, demikian pula hirarki dimulai
dari yang mencipta, yaitu Allah Yang Satu, yang menyebabkan adanya cerminan
Allah dalam kesatuan yang kurang sempurna.
Ø Puncak ciptaan materiil adalah manusia yang terdiri
dari badan dan jiwa yang tidak dapat mati (prinsip immaterial). Manusia adalah
‘jiwa berakal yang menggunakan badan duniawi yang dapat mati’.
Kesimpulan : jiwa lebih
mulia daripada badan, tidak dipengaruhi badan, dapat menyadari adanya perubahan
di dalam badan karena adanya stimulus dari luar.
Ø Pertanyaan utama : apakah Allah menciptakan setiap
jiwa individual secara terpisah taukah semua jiwa diciptakan di dalam jiwa
Adam, sehingga jiwa diwariskan oleh orang tua (Traducianisme)?
4. Teori Moral
Ø Etika Agustinus tergolong : Eudaimonistik (menuju
kebahagiaan), yaitu menekankan tujuan setiap tindakan manusia adalah
kebahagiaan. Namun, kebahagiaan ini hanya dapat dicapai di dalam diri Allah.
Etika ini berdasarkan kepada pengalaman hidup Agustinus dan juga dibantu oleh
filsafat Plotinus. Pencapaian kebahagiaan di dalam Allah lebih kepada persatuan
utuh, penuh kasih di dalam pemilikan Allah dan di dalam persatuan supernatural
dengan Allah.
Ø Etika Agustinus : etika kasih.
Berkah kehendaklah
manusia yang berusaha mencapai Allah pada akhirnya dapat memiliki serta
menikmatiNya. Pondus meum : yang menjadi pusat pemikiran saya adalah cinta.
Ø Kesimpulan dari kedua etika Agustinus : dalam
pencapaian kebahagiaan, hanya mungkin terjadi bila manusia dibantu oleh rahmat
yakni bila manusia menerima cinta yang cuma-cuma dari Allah, Sang Pencipta.
Kebahagiaan dapat ditemukan dalam persatuan dengan Allah, Sang kebaikan yang
tak berubah.
Ø Manusia memiliki kehendak bebas. Namun, kebebasan
itu sendiri tunduk kepada kewajiban moral. Secara kodrati, manusia akan selalu
terarah kepada Allah, dan manusia hanya dapat memenuhi dinamika kodrati untuk
mengamalkan hukum moral yang mencerminakan Hukum Allah yang abadi. Keterarahan
manusia kepada Allah dikehendaki oleh Sang Pencipta yang mengarahkan kehendak bebas
manusia. Kasih akan Allah adalah tugasnya.
Ø Rahmat adalah syarat mutlak untuk mulai berkehendak
mencintai Allah.
Kejahatan adalah
kehendak untuk menjauhi Allah yang bukan berasal dari Allah melainkan dari ciptaan
sendiri. Bila prinsip moralitas adalah cinta kepada Tuhan, maka manusia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
§ Manusia yang mencintai Allah melebihi dirinya
sendiri.
§ Manusia yang mencintai dirinya sendiri melebihi
Allah.
Dalam menentukan sifat manusia dapat dilihat dari
karakter kehendak dan berkat karakter cinta yang dominan.
5. Negara
Ø Negara kafir didirikan, diperkembangkan dan
dipertahankan atas dasar ketidakadilan, kekerasan, perampokan dan penindasan.
Ø Negara pada hakikatnya tidak didirikan atas dasar
keadilan yang benar, sebab keadilan yang benar menuntut bahwa ibadah kepada
Allah harus dilaksanakan. Masyarakat bagi Agustinus adalah kumpulan makhluk
rasional yang diikat dalam persetujuan umum, yaitu hal yang mereka cintai. Bila
hal itu baik, maka masyarakatnya baik, begitupun sebaliknya.
Ø Kesimpulan dari kedua hal diatas : Negara tidak akan
mewujudkan keadilan yang benar dan tidak akan dapat menjadi Negara moral yang
sungguh-sungguh bila Negara itu buka Kristen, sebab Kristianitaslah yang
membuat manusia baik. Negara sendiri, sebagai alat dengan kekuatan, mempunyai
akarnya di dalam akibat dosa asal dan mutlak harus menjadi institusi.
Ada ruang di dalam hatimu yang tidak dapat diisi oleh hal lain selain cinta kasih Allah
DAFTAR PUSTAKA
Enny,
G. C. (2012, Juni Kamis). Misteri Tritunggal Mahakudus. Retrieved
Oktober Rabu, 2014, from Hidup Katolik:
http://m.hidupkatolik.com/index.php/2012/06/14/misteri-tritunggal-mahakudus
Setiyowati, C. E.
(2007). Sahabat Yesus Kisah Hidup Santo Santa 1. Yogyakarta: Kanisius.
Suharyanto, C.
(n.d.). Filsafat Patristik dan Sklolastik. Yogyakarta.
DAFTAR GAMBAR