Thursday, November 13, 2014

Materi UTS Bagian 3

Menjelang UTS, kami mendapat tugas untuk membahas bagian 3 yang terdiri dari berbagai macam hal, yaitu :

Positivisme VS Empirisme

·         Ilmu positivisme 

      merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada data-data alamiah atau hal sudah ada dan sudah terbukti keadaannya. Contoh: hukum gravitasi, merupakan hal yang ada dan benar. Tokoh-tokohnya ialah Aguste Comte.

·     Ilmu empirisme 

    merupakan ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada pengalamam. Contoh: api itu panas, kita tahu setelah kita menyentuhnya. Lalu kita belajar untuk tidak sembarangan nyentuh api, artinya kita belajar dari pengalaman. Tokoh-tokohnya ialah  J. Locke

      Deduktif VS Induktif

·         Preposisi deduktif 

      merupakan paham yang menyimpulkan pengetahuan dari hal umum ke hal khusus.
Contoh: Makhluk hidup itu indah.
               Manusia adalah makhluk hidup
               Jadi manusia itu indah

·        Preposisi induktif 

      merupakan paham yang menyimpulkan pengetahuan dari hal khusus ke umum.
Contoh: Mangga 1: kuning dan besar, rasanya manis
               Mangga 2: kuning dan besar, rasanya manis
               Mangga 3: kuning dan besar, rasanya manis
               Mangga 4: kuning dan besar, maka….
               *maka simpulan rasanya juga manis.

        Preposisi VS Silogisme

·         Preposisi 

    ialah satu atau lebih pernyataan tentang suatu hal yang dapat dinilai benar atau salahnya. Dibagi jadi premis tunggal dan jamak.
*Premis tunggal: Bunga mawar itu cantik.
   Premis jamak: Bunga mawar itu merah dan cantik.

·         Silogisme 

     ialah suatu simpulan dari dua atau lebih premis (preposisi) menjadi sebuah simpulan yang baru. Contoh: Mahasiswa Binus itu pintar. Jane adalah mahasiswa Binus. Maka simpulannya Jane itu pintar

        Fallacia

Fallacia merupakan kesalahan pemikiran dalam logika dan bukan fakta, tapi terdapat pada kesimpulan karena penalaran yang salah. Dibagi dua menjadi:

 ·        Kesesatan formal

       kesesatan dalam norma atau kaidah 

 ·        Kesesatan informal

       kesesatan dalam bahasa.

Materi Kuliah Pertemuan 5

  FALLACIA

Fallacia adalah kesalahan pemikiran dalam logika, bukan kesalahan fakta, tapi kesalahan atas kesimpulan karena penalaran yang tidak sehat.
Contoh kesalahan fakta
·         Presiden AS Barack Obama lahir di Indonesia.
·         Ahmad lahir dengan bintang gemini, maka hidupnya penuh dengan persoalan.
Kesalahan penalaran dibagi menjadi  kesesatan formal dan kesesatan informal.

a.    Kesesatan formal 

       adalah pelanggaran terhadap kaidah logika dan norma.
       Contoh :  Semua penodong berwajah seram.
                       Semua pengamen berwajah seram.
                       Jadi, semua pengamen adalah penodong? Belum tentu.

b. Kesesatan informal 

    adalah menyangkut kesesatan dalam bahasa, misalnya     pelanggaran  diksi.
    Contoh :        
    Penempatan kata depan yang keliru = Antara hewan dan manusia memiliki     perbedaan.
    Mengacau posisi subjek atau predikat = Karena tidak mengerjakan PR,  guru                                                                                    menghukum anak itu.
    Ungkapan yang keliru = Pencuri kawakan itu berhasil diringkus polisi minggu yang lalu. 
 
Macam-macam kesesatan informal dan contohnya:
 
  • Amfiboli   → Sesat karena struktur kalimat bercabang.
Contoh: Anto Anak Bu Lasma yang hilang ingatan lari dari rumah.
  • Kesesatan Aksen atau Prosodi → Sesat karena penekanan yang salah dalam pembicaraan. 
Contoh: Ada aturan ‘Anda tidak boleh ganggu anak tetangga’. Nah Pak Budi bukan tetangga anda. Maka anda boleh mengganggu anaknya.
  • Kesesatan bentuk pembicaraan→ Sesat karena orang menyimpulkan kesamaan
konstruksi juga berlaku bagi yang lain.
Contoh: Berpakaian artinya memakai pakaian. Bersepeda artinya memakai sepeda. Maka, beristeri artinya memakai isteri.
  • Kesesatan aksiden→ Yang aksidental dikacaukan dengan hal yang hakiki.
Contoh: Sawo matang adalah warna. Orang Indonesia itu sawo matang. Maka, Orang Indonesia itu adalah warna.
  • Kesesatan karena alasan yang salah → Konklusi ditarik dari premis yang tak relevan.    

Kesesatan Presumsi

·         Generalisasi tergesa-gesa: Orang Padang pandai memasak.
·         Non sequitur (belum tentu): Memang saya tidak lulus karena beberapa hari yang        lalu saya berdebat dengan dosen tersebut.
·         Analogi palsu: Membuat isteri bahagia seperti membuat hewan piaraan bahagia dengan  membelai kepalanya dan memberi banyak makan.
·         Penalaran melingkar (petitio principii): Manusia merdeka karena ia bertanggungjawab  dan ia bertanggungjawab karena ia merdeka.
·         Deduksi cacat: Barangsiapa sering memberi sumbangan, maka dia pasti orang baik. Andi pasti orang baik.
·         Pikiran simplistis: Karena ia tidak beragama, maka ia pasti tidak bermoral.

Menghindari Persoalan

·         Argumentum ad hominem → Jangan percaya omongannya karena ia bekas narapidana.
·         Argumentum ad populum → Anda lihat banyak ketidakadilan dan korupsi, maka Partai Nasdem adalah partai masa depan kita.
·         Argumentum ad misericordiam → Seorang terdakwa meminta keringanan hukuman  karena mengaku punya banyak tanggungan.
·         Argumentum ad baculum → Karena beda pendapat, suka meneror orang lain.
·         Argumentum ad auctoritatem → Mengutip pendapat Freud mengenai psikoanalisa.
·         Argumentum ad ignorantiam → Bila tidak bisa dibuktikan bahwa Tuhan itu ada, maka Tuhan tidak ada.
·         Argumen untuk keuntungan seseorang → Seorang pengusaha berjanji mau membiayai kuliah, bila mahasiswi mau dijadikan isteri.
·         Non causa pro causa → Orang sakit perut setelah menghapus sms berantai, maka dia menganggap itu sebagai penyebabnya.

Kesesatan Retoris

·         Eufemisme/disfemisme: Pembangkang yang dianggap benar disebut reformator. Bila tidak disenangai maka disebut anggota pemberontak.
·         Penjelasan Retorik: Dia tidak lulus karena tidak teliti mengerjakan  soal.
·         Stereotipe: Orang Jawa penyabar. Orang Batak suka menyanyi.
·         Innuendo: Saya tidak mengatakan makanan tidak enak, tapi mau mengatakan lukisan itu bagus.
·         Loading question: Apakah Anda masih tetap merokok?
·         Weaseler: Tiga dari empat dokter menyarankan bahwa minum itu memperlancar pencernaan.
·         Downplay: Jangan anggap serius omongannya karena dia hanya buruh bangunan.
·         Lelucon atau sindiran
·         Hiperbola: membesarbesarkan.
·         Pengandaian bukti:studi menunjukkan.
·         Dilema semu: Tamu yang menolak kopi, langsung disuguhi sirup.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     


 Disarikan dari PPT         

Tuesday, November 4, 2014

MATER KULIAH PERTEMUAN 4

Logika Induktif dan Deduktif

 

Logika Induktif

Logika induktif = cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal/partikular tertentu untuk menarik kesimpulan umum tertentu.
Atas dasar fakta dirumuskan kesimpulan umum.
Kesimpulan = generalisasi fakta yang memperlihatkan kesamaan.
Namun kesimpulan umum harus dianggap sebagai bersifat sementara. Karena ciri dasar induktif selalu tidak lengkap.
Persamaan logika induktif dengan deduktif = argumentasi keduanya terdiri dari premis -premis yang mendukung kesimpulan.
Perbedaan: penalaran induksi yang tepat akan punya premis -premis benar tapi kesimpulan salah, karena argumentasi penalaran induktif tidak membuktikan kesimpulan benar. Premis hanya menetapkan kesimpulan berisi suatu kemungkinan.
Maka argumentasi dalam penalaran induksi tidak dinilai sebagai sahih/valid atau tdk sahih/invalid, tapi berdasarkan probabilitas.

 

Cara Logika Induktif

Proses induksi mulai berdasar kejadian - kejadian, gejala tertentu.
Penal induksi = proses penalaran berdasarkan pengertian tertentu/premis untuk menghasilkan pengertian umum/kesimpulan.
Tiga ciri penalaran induktif:
1) Premis penal induktifproposisi empiris yang ditangkap indera
2) Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas daripada apa yang dinyatakan dalam premis
3) Meski kesimpulan tak mengikat, tapi manusia menerimanya.
Jadi konklusi induksi mempunyai kredibilitas rasional probabilitas.

 

Generalisasi Induktif

Arti: Proses penalaran berdasarkan pengamatan atas gejala dengan sifat tertentu untuk menarik kesimpulan tentang semua.
Prinsip: Apa yang terjadi beberapa kali dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi bila kondisi yang sama terpenuhi.
Tiga syarat membuat generalisasi:
1) Tidak terbatas secara numerik, tidak boleh terikat pada jumlah tertentu
2) Tidak terbatas secara spasio temporal, harus berlaku dimana saja
3) Dapat dijadikan dasar pengandaian.

 

Analogi Induktif

Analogi = bicara tentang dua hal yang berbeda dan dibandingkan.
Dua hal perlu diperhatikan: persamaan dan perbedaan.
Bila memperhatikan persamaan saja, maka timbul analogi.
Maka analogi induktif – proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain yang punya sifat esensial yang sama.
Kesimpulan analogi induktif tidak bersifat universal tapi khusus.
Contoh:
Mangga 1: kuning, besar, matang, ternyata manis.
  Mangga 2: kuning, besar, matang, ternyata manis.
    Mangga 3: kuning, besar, matang, ternyata manis.
      Mangga 4: kuning, besar, dan matang Ã Kesimpulan tentu manis juga.
Jadi analogi induktif menarik kesimpulan atas dasar persamaan.
Beda dengan generalisasi induktif, dimana konklusinya berupa proposisi  universal.
Penalaran induktif, konklusinya lebih luas daripada premis-premis.

Deduktif

Deduksi sebaliknya juga merupakan suatu proses tertentu dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang lebihkhususdari pengetahuan yang lebihumum’ .
Yang lebih khusus itu sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum.
Induksi dan deduksi selalu berdampingan, keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat
Induksi tidak dapat ada tanpa deduksi. Deduksi selalu di jiwai oleh induksi .
Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan , induksi biasanya mendahuli deduksi . Sedangkan dalam logika biasanya deduksi yang terutama di bicarakan lebih dahulu
Deduksi di pandang lebih penting untuk latihan dan perkembangan pikiran.

Faktor Probabilitas

Kebenaran konklusi dalam logika induktif, baik dalam analogi maupun generalisasi bersifat TIDAK PASTI, karena hanya bersifat mungkin (probable).
Probabilitas = keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.
Tinggi rendahnya probabilitas konklusi induktif dipengaruhi oleh: 
(1) Faktor Fakta: ‘makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, akan makin tinggi probabilitas konklusi dan sebaliknya’.
(2) Faktor Analogi: ‘semakin besar jumlah faktor analogi dalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.’
(3) Faktor Disanalogi: ‘makin besar faktor disanalogi di dalam premis, akan makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya’.
(4) Faktor Luas Konklusi: ‘semakin luas konklusi, semakin rendah probabilitasnya, dan sebaliknya’.

Kesesatan Generalisasi/Analogi

Tinggi rendahnya probabilitas penalaran ditentukan faktor subjektif. Faktor ini membawa manusia pada kesesatan (fallacy). Kesesatan penalaran induktif yang terpenting adalah:
Tergesa - gesa: terlalu cepat menarik kesimpulan dari beberapa fakta.
Faktor ceroboh:  terlalu cepat tarik kesimpulan tanpa memperhatikan soal kondisi lingkungan.
Contoh: Semua wanita Jawa itu lembut.
Prasangka: memberi penilaian tanpa melihat fakta lain yang tidak cocok.
Contoh: Semua orang Batak bicara keras dan tak sabaran.
Utk menghindarinya: membangun sikap kritis, terbuka pada koreksi dan kritik dari orang lain.

Hubungan Sebab Akibat

Prinsip umum: suatu peristiwa disebabkan oleh sesuatu. Terkandung makna bahwa yang satu (sebab) mendahului yang lain (akibat). Tapi tidak semua yang mendahului sesuatu menjadi sebab bagi yang lain.
Hubungan sebab akibat: hubungan yg intrinsik, artinya hubungan sedemikan rupa sehingga kalau yang satu ada/tidak ada, maka yang lain juga pasti ada/tidak ada.
Tiga pola hub sebab akibat:
1) dari sebab ke akibat
2) dari akibat ke sebab
3) dari akibat ke akibat

Manfaat Belajar Logika Induktif

B. Russel: logika induktif bukan hanya lebih bermanfaat dari logika deduktif, tapi juga lebih sulit.
Manfaat logika induktif: Memberikan pembenaran atas kecenderungan manusia yang bersandar pada kebiasaan.
Memang tdk pernah bisa merasa pasti atas kebenaran suatu kesimpulan induktif, tapi ada cara tertentu dimana kita dapat menekan kemungkinan kesalahan.
Maka, jangan pernah menarik kesimpulan induktif dengan data yang masih minimum, tergesa - gesa, ceroboh dan hanya di landasi prasangka.

Daftar Pustaka

Alex Lanur, OFM,(2013) LogikaSelayang Pandang, Yogyakarta, Kanisius.
W. Poespoprodjo, (1995) Logika Sientifika, Bandung: Ganesa
Sihotang, Kasdin dkk (2012): Critical Thinking. Membangun Pemikiran Logis, Jakarta: Sinar Harapan.

Diambil dari: PPT

MATER KULIAH PERTEMUAN 3

Hallo semuanya.. :) Sudah lama  tak bersua. Ini materi perkuliahan pertemuan ke-3 ya. Semoga bermanfaat yaaa.. Selamat membaca!

SILOGISME

Silogisme adalah suatu simpulan dimana dari dua putusan (premis-premis) disimpulkan suatu putusan yang baru. Prinsip silogisme adalah bila premis benar, simpulannya benar. Silogisme dibagi menjadi dua macam yaitu: Silogisme Kategoris dan Silogisme Hipotetis.
 

   A.      Silogisme Kategoris

     Silogisme kategoris merupakan silogisme yang premis dan simpulannya adalah putusan kategori (pernyataan tanpa    syarat).                                                                          
          Contoh :  
                             M – P  Perbuatan jahat itu dosa.
                 S – M  Memfitnah itu adalah perbuatan jahat.
                 S – P  Maka, memfitnah itu dosa.
(Bila penalaran baik, silogisme memperlihatkan alasan dan dasarnya)
      
      Silogisme kategoris dibagi menjadi:
1.      Silogisme Kategoris Tunggal : mempunyai dua premis dan terdiri atas 3 term (S,P,M).   
 
Bentuk-bentuk silogisme kategoris tunggal:
 
a.     M adalah S dalam premis mayor dan P dalam permis minor.  (Aturan: premis minor harus sebagai penegasan, sedangkan premis mayor bersifat umum). 
     Contoh:  
M – P Setiap mamalia itu menyusui (mayor)
S – M Kucing adalah mamalia (minor)
S – P Jadi, kucing itu menyusui (simpulan)
 
b.    M jadi P dalam premis mayor dan minor. (Aturan: Salah satu premis harus negative. Premis mayor bersifat umum). 
      Contoh:
P – M Lingkaran adalah bentuk bundar (mayor).
S – M Segitiga bukan bentuk bundar (minor)
S – P Segitiga bukan lingkaran (simpulan)
 
c.   M menjadi S dalam premis mayor dan minor. (Aturan: premis minor harus berupa penegasan dan simpulannya bersifat particular). 
      Contoh:
M - P Mahasiswa itu orang dengan tugas belajar (Mayor)     
 M -S Ada mahasiswa yg orang bodoh (minor)
 S-P Jadi, sebagian orang bodoh itu orang dengan tugas belajar (Simpulan)
 
d.   M adalah P dalam premis mayor dan S dalam premis minor. (Aturan: premis minor harus berupa penegasan dan simpulannya bersifat particular).
     Contoh:
P – M Selingkuh itu penyelewengan (mayor)
M - S Semua penyelewengan merugikan orang lain (minor)
S - P Jadi, sebagian yang merugikan orang lain itu penyelewengan (simpulan)
 
2.   Silogisme  Kategoris Majemuk : bentuk silogisme yang premisnya sangat lengkap, mempunyai lebih dari 3 premis. 
 
Jenis-jenis silogisme kategoris majemuk:  
 
a.     Ephicherema : silogisme yang salah satu atau kedua premisnya disertai alasan. 
     Contoh:
Semua arloji bermutu adalah arloji mahal, karena sukar pembuatannya.
Arloji Mido itu adalah arloji baik, karena selalu tepat dan awet.
Jadi, arloji Mido adalah arloji mahal.
 
b.      Enthymema : silogisme yang dalam penalarannya tidak mengemukakan semua premis secara eksplisit. Salah satu premis atau simpulannya dilampaui, disebut juga silogisme yang disingkat. 
      Contoh:
Versi singkat : Tubuh manusia adalah jasmani. Jadi, akan mati.
Versi lengkap: Yang jasmani itu akan mati. Tubuh manusia adalah jasmani. Maka, tubuh manusia tidak akan mati.
 
c.       Polisilogisme : deretan silogisme dimana simpulan silogisme yang satu menjadi premis untuk silogisme yang lainnya. 
      Contoh:
Seseorang yang menginginkan lebih dari yang dimiliki, merasa tidak puas.
Seorang yang rakus adalah seseorang yang menginginkan lebih dari yang dimiliki. Jadi, seorang yang rakus merasa tidak puas.
Seorang yang kikir merasa tidak puas. Budi adalah seorang yang kikir.
Jadi, Budi merasa tidak puas.
 
d.    Sorites: silogisme yang premisnya lebih dari dua. Premis-premis ini dihubungkan satu sama lain sedemikian sehingga predikat dari premis yang satu menjadi subjek premis berikutnya. 
      Contoh:
Orang yang tidak mengendalikan keinginannya, menginginkan seribu satu barang.
Orang yang menginginkan seribu satu barang, banyak sekali  kebutuhannya.
Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.
Jadi orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.

***Hukum Silogisme Kategoris

Silogisme tidak boleh mengandung lebih dari tiga term (S, M, P)
-Kurang dari tiga berarti tidak ada silogisme.
-Lebih dari tiga term artinya tidak ada perbandingan. 
Ketiga term tetap sama artinya. Dalam silogisme S dan P disatukan oleh perbandingan masing-masing dengan M. 
M tidak boleh masuk dlm kesimpulan, karena M berfungsi mengadakan perbandingan dengan term2.Term S dan P dalam simpulan tidak boleh lebih luas dari premis-premisnya. 
Jika S dan P dalam premis partikular, maka dalam simpulan tidak boleh universal. Bila dilanggar akan terjadi latius hos (menarik simpulan yg terlalu luas). Mis. Semua lingkaran bulat. Nah, semua lingkaran itu gambar. Maka, Semua gambar itu bulat. (Simpulan salah, mengapa? Bagaimana yang benar?)
Demikianlah materi perkuliahan pertemuan ke-3. Bila ada kekurangan dalam hal materi ataupun hal lainnya, komentar dan saran dari teman-teman akan sangat berguna bagi saya. Terima kasih :)


Disarikan dari PPT (1 November 2014)